Saran Pakar soal Tarif 32 Persen Ekspor Indonesia ke AS

Presiden Amerika Serikat Donald Trump. Foto: CNBC

Share

Jakarta – Ekonomi global tergoncang akibat kebijakan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menaikkan tarif resiprokal terhadap sebagian besar negara. Menurut JP Morgan, hampir 60 persen ekonomi global bergejolak.

Hanya tersisa sejumlah negara yang luput dari perang tarif Trump, di antaranya Korea Utara, Singapura, Rusia, Kanada, dan Mexico. Sedangkan China dikenai kenaikan 34 persen, India 26 persen, Jepang 24 persen, dan Thailand 36 persen.

“Tim ekonomi Presiden Prabowo Subianto harus cepat mengantisipasi dampak buruk kebijakan Trump. Apalagi rupiah telah rontok ke angka terburuk sejak reformasi, Rp 17 ribu per dollar AS. Sedangkan euro tembus Rp 18 ribu,” ucap Direktur P3S Jerry Massie, di Jakarta, Minggu (6/4/2025).

Jerry menyarankan Prabowo untuk melibatkan penasihat Danantara, Ray Dalio yang adalah investor asal AS. Ia juga mengapresiasi Ketua Kadin Anandya Bakrie berangkat ke AS dan bernegosiasi atas government policy presiden AS.

“Seandainya di era ini ada ekonom andal seperti Marie Muhammad, Radius Prawiro, Widjojo Nitisastro, JB Sumarlin, Ali Whardana, dan mendiang Rizal Ramli, mungkin mereka bisa mengantisipasi ancaman krisis global ini,” kata Jerry.

Baca Juga  Biden Nyatakan Kebakaran Hutan California Bencana Besar

Dia mengatakan, ekonom ulung Widjojo dan Ali Whardana juga berhasil menjinakkan inflasi dari 600 persen turun jadi 10 persen. Bahkan dollar yang menyentuh Rp 16.800 turun ke Rp 6.550.

Menurut Jerry, saat ini Prabowo membutuhkan pemikiran dari ekonom Boediono yang juga mantan Wapres SBY, juga dari mantan Menkeu Chatib Basri, dan Fuad Bawazier. Perlu juga mendengar saran dari ekonom lainnya, seperti Anthony Budiawan, Fitra Faisal, Januar Eko Prasetio, serta Tauhid Ahmad.

Bisa juga Prabowo merekrut ekonom luar negeri atau diaspora. Sebagai alternatif, Jerry menyarankan Presiden Prabowo melalui Harry Tanoesudibjo yang punya kedekatan bisnis dengan Trump melakukan negosiasi.

“Sebab jika Indonesia gagal meminta penurunan tarif ekspor ke AS, rupiah pasti makin terpuruk. Dampak lanjutannya adalah PHK besar-besaran sebab akan banyak pabrik bakal tutup, terutama garmen dan furniture,” ucap Jerry Mengingatkan.

Baca Juga  Otomotif Jerman Kian Suram Dihantam Kendaraan Listrik China

Gerak Cepat Vietnam

Sedangkan Raymond Liauw menyatakan kagum atas gerak cepat pemimpin Vietnam mengatasi perang tarifnya AS. Berbeda dengan Presiden China Xi Jin Ping yang agresif menghadapi kebijakan Trump, Vietnam lebih tenang, tapi langkahnya membuat Trump klepek-klepek jatuh cinta.

Dia mengatakan, produk-produk made in Vietnam sangat banyak di AS. Tahun 2023 total produk Vietnam yang diekspor mencapai 118 miliar dolar AS.

Sekitar 46 persennya adalah perabot rumah tangga, seperti kulkas, mesin cuci, dan pengering. Kemudian 24 persen lainnya berupa pakaian dan sepatu (Nike, Adidas, Puma, Converse, and Skechers).

Kalau barang-barang made in Vietnam ini sampai dikenai tarif 46%, penjualan otomatis turun dan banyak pabrik gulung tikar sehingga jumlah pengangguran meledak.

“Makanya dalam waktu kurang dari 72 jam pemerintah Vietnam langsung negosiasi melalui telephone dengan Trump dengan mengajukan tarif nol persen untuk impor barang AS ke Vietnam. Oleh karena tarif Trump adalah tarif timbal balik, maka Trump semestinya juga memberlakukan tarif nol atau tarif sangat rendah untuk produk Vietnam yang masuk ke AS,” tutur Raymond Liauw.

Baca Juga  Cukup Sudah ‘Omon-Omon’

Dia menjelaskan, Vietnam tetap mengenakan tarif bagi produk negara lain kecuali AS. Keuntungannya: pertama, Vietnam tetap menerima dari tarif masuk produk asal luar negeri lainnya.

Kedua, akan banyak investor asing membangun pabrik di Vietnam.

Ketiga, akan banyak eksportir negara lain mengirim produknya ke Vietnam kemudian labelnya diganti dengan made in Vietnam, lalu dikirim ke AS. Jadi, si eksportir hanya bayar tarif masuk ke Vietnam tanpa membayar tarif tinggi ke AS.

“Dengan skema ini Vietnam akan menciptakan ribuan atau mungkin jutaan lapangan kerja. Bravo Vietnam. Apakah Indonesia akan mengikuti langkah ini, atau justru mempersiapkan diri mengirim TKI ke Vietnam?” ucap Raymond Liauw.

 

(*)

Share

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *