Oleh: Achmad Nur Hidayat (Ekonom dan Kebijakan Publik UPN Veteran Jakarta)
Rencana pelaksanaan Tax Amnesty Jilid III kabarnya diusulkan oleh DPR RI menimbulkan pertanyaan besar tentang arah kebijakan fiskal pemerintah.
Kebijakan ini, jika benar dilaksanakan, tak hanya akan mengundang kontroversi, tetapi juga berpotensi merusak moralitas sistem perpajakan nasional.
Mengampuni Para Pengemplang Pajak Lagi: Perlukah?
Pemberian tax amnesty seharusnya menjadi kebijakan luar biasa yang hanya dilakukan satu kali dalam sejarah suatu negara.
Pelaksanaan tax amnesty jilid pertama pada tahun 2016 sudah memberikan kesempatan bagi para pengemplang pajak untuk memperbaiki catatan mereka.
Lalu, pada 2021, pemerintah meluncurkan tax amnesty jilid kedua.
Kini, jika jilid ketiga diusulkan, pertanyaannya adalah: Apakah kita terus-menerus memberi pemaafan kepada pelanggar hukum?
Membiarkan pengemplang pajak terus menikmati amnesti menunjukkan bahwa pemerintah gagal menegakkan aturan perpajakan secara tegas.
Kebijakan ini juga akan mengirim pesan yang salah bahwa pelanggaran pajak tidak berkonsekuensi serius karena selalu ada jalan untuk diampuni.
Ketidakadilan bagi Kelas Menengah dan Rakyat Miskin
Pelaksanaan tax amnesty jilid III akan memperburuk ketidakadilan sosial.
Sementara masyarakat kelas bawah dan menengah harus membayar pajak dari pendapatan mereka yang kecil, pengemplang pajak besar mendapatkan pengampunan.
Ini adalah bentuk diskriminasi fiskal yang mencederai rasa keadilan.
Pemerintah sering berbicara tentang pajak sebagai tulang punggung pembangunan.
Namun, bagaimana mungkin rakyat percaya bahwa pajak digunakan secara adil ketika yang kaya dan melanggar aturan terus-menerus diberikan fasilitas pengampunan?
Preseden Buruk untuk Kepatuhan Pajak
Jika tax amnesty terus diulang, hal ini akan menciptakan preseden buruk.
Pengusaha yang awalnya patuh membayar pajak akan berpikir ulang: Untuk apa patuh, kalau bisa tidak membayar pajak dan tetap diampuni?
Kebijakan seperti ini hanya akan mendorong budaya ketidakpatuhan dan melemahkan otoritas fiskal negara.
Dalam jangka panjang, ini dapat merusak basis penerimaan negara dan menciptakan lubang fiskal yang lebih dalam.
Alternatif Solusi
Daripada terus mengandalkan tax amnesty, pemerintah harus dapat melakukan hal di antaranya sebagai berikut:
Pertama, Memperkuat Penegakan Hukum Pajak: Gunakan mekanisme penegakan hukum yang lebih tegas untuk menindak pengemplang pajak.
Kedua, Meningkatkan Transparansi: Publikasikan nama-nama wajib pajak besar yang tidak patuh agar ada efek jera.
Ketiga, Fokus pada Pajak Progresif: Terapkan pajak yang lebih tinggi untuk orang kaya, sehingga rasa keadilan dapat terwujud.
Catatan Akhir
Tax Amnesty Jilid III, jika dilaksanakan, hanya akan memperkuat pandangan bahwa pemerintah lebih berpihak pada mereka yang kaya dan tidak patuh pajak, dibandingkan rakyat kecil yang taat.
Kebijakan ini akan mencederai keadilan, merusak kepercayaan masyarakat, dan melemahkan sistem perpajakan nasional.
Pemerintah harus menolak usulan ini dan mencari solusi yang lebih adil dan berkelanjutan untuk memperkuat penerimaan negara.