Oleh: Achmad Nur Hidayat (Ekonom dan Pakar Kebijakan Publik UPN Veteran Jakarta)
Rencana mengubah Bulog dari BUMN menjadi lembaga pemerintah yang berada langsung di bawah Presiden Prabowo Subianto menimbulkan harapan besar terkait peran Bulog dalam menjaga stabilitas harga dan memperkuat ketahanan pangan nasional.
Sebagai lembaga yang akan langsung berkoordinasi dengan Presiden, Bulog diharapkan dapat lebih cepat dalam mengambil keputusan strategis, baik dalam pengelolaan stok maupun distribusi pangan.
Fleksibilitas ini memungkinkan Bulog merespons perubahan harga atau kebutuhan pasar tanpa terhambat oleh birokrasi yang kompleks, sebagaimana kerap terjadi pada BUMN.
Dukungan politik dan anggaran juga diproyeksikan lebih mudah diperoleh, memungkinkan Bulog menjalankan perannya secara optimal dalam stabilisasi harga pangan.
Selain itu, dengan status baru, Bulog diharapkan mampu melakukan koordinasi lebih baik dengan berbagai kementerian yang berkaitan dengan ketahanan pangan, seperti Kementerian Pertanian dan Kementerian Perdagangan, sehingga program ketahanan pangan nasional dapat dijalankan dengan lebih sinergis dan terpadu.
Namun, ada risiko yang menyertai perubahan ini. Ketergantungan pada pemerintah yang sedang berkuasa bisa memunculkan intervensi politik dalam pengambilan keputusan Bulog.
Ini berpotensi mengganggu netralitas lembaga tersebut, terutama dalam menentukan harga pangan atau kebijakan impor.
Risiko intervensi politik juga menambah beban bagi Bulog, yang bisa mengakibatkan biaya operasional dan anggaran yang lebih tinggi, terutama jika harus melakukan subsidi besar-besaran untuk menjaga harga pangan tetap stabil.
Dalam jangka panjang, pembebanan anggaran ini bisa berdampak pada fiskal pemerintah jika tidak dikelola secara hati-hati.
Mampukah Bulog Menstabilkan Harga Pangan?
Meskipun peran baru Bulog di bawah Presiden memberikan fleksibilitas lebih besar, stabilitas harga pangan tidak semata-mata bergantung pada perubahan struktural ini.
Salah satu tantangan utama dalam stabilisasi harga pangan adalah keberadaan Bulog yang belum tersebar di seluruh provinsi, yang mengakibatkan kesenjangan dalam distribusi pangan di berbagai wilayah.
Tanpa jaringan yang merata di seluruh Indonesia, stabilitas harga akan sulit dicapai, terutama di wilayah-wilayah yang tidak terjangkau oleh Bulog.
Selain itu, menjaga stabilitas harga pangan memerlukan kolaborasi erat dengan Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) yang dikelola oleh Bank Indonesia.
TPID memainkan peran penting dalam pengendalian harga di tingkat lokal melalui pemantauan dan respons yang cepat terhadap dinamika pasar di setiap daerah.
Tanpa dukungan TPID, stabilisasi harga hanya akan efektif di tingkat pusat, sementara daerah-daerah dengan akses terbatas ke Bulog akan tetap mengalami volatilitas harga.
Selain itu, stabilitas harga pangan tidak hanya bergantung pada suplai, tetapi juga pada sisi permintaan.
Ketika permintaan melonjak, Bulog harus mampu merespons dengan cepat agar harga tetap stabil. Efektivitas ini menuntut Bulog untuk mengelola suplai dan permintaan secara seimbang, serta memastikan distribusi yang lancar di seluruh wilayah.
Tantangan lain yang dihadapi adalah faktor eksternal seperti kondisi iklim, harga komoditas global, dan gangguan rantai pasok yang dapat memengaruhi harga pangan nasional.
Dengan demikian, meskipun berada di bawah Presiden, efektivitas Bulog dalam menjaga stabilitas harga tergantung pada sinergi lintas lembaga dan koordinasi dengan pihak-pihak terkait.
Apakah Swasembada Pangan Dapat Dicapai?
Perubahan peran Bulog di bawah Presiden tidak serta-merta menjamin tercapainya swasembada pangan.
Swasembada pangan lebih bergantung pada kapasitas produksi domestik dan dukungan terhadap sektor pertanian.
Bulog hanya berperan dalam pengelolaan stok dan distribusi pangan untuk menjaga stabilitas harga, namun upaya swasembada memerlukan peningkatan produktivitas lahan, kualitas bibit, akses teknologi, serta dukungan infrastruktur dan pembiayaan yang kuat di sektor pertanian.
Meskipun Bulog memiliki peran penting, peran tersebut terbatas pada aspek stabilisasi harga dan ketersediaan pangan.
Untuk mencapai swasembada, diperlukan kebijakan yang holistik dan berkelanjutan di sektor pertanian, di mana Bulog berfungsi sebagai salah satu instrumen dalam rantai yang lebih besar, bukan satu-satunya faktor penentu.
Dalam konteks ini, kebijakan swasembada pangan hanya dapat berhasil melalui kolaborasi erat antara berbagai lembaga pemerintah dan swasta yang terlibat dalam sektor pertanian.
Bulog dapat menjadi instrumen pendukung, tetapi pencapaian swasembada pangan memerlukan peran aktif dari Kementerian Pertanian dan pihak terkait lainnya dalam memastikan produksi pangan domestik mencukupi kebutuhan nasional.