Jakarta – Kontribusi sektor industri terhadap produk domestik bruto (PDB) Indonesia semakin menurun di saat status Indonesia masih belum menjadi negara maju.
Deputi Bidang Ekonomi Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Amalia Adininggar Widyasanti, menyampaikan hal ini dalam acara Annual Conference on Indonesia Economic Development (ACIED) 2024 di Kantor BRIN, Jakarta.
Ia memaparkan, puncak kontribusi sektor industri pada PDB terjadi pada tahun 2002 menyentuh 32 persen. Tapi kini, lanjut dia, tinggal kurang dari 20 persen.
Kondisi tersebut, kata Amalia, tidak bagus untuk perekonomian Indonesia, karena industri manufaktur sangat penting bagi negara berkembang untuk beralih menjadi negara maju.
Lebih lanjut Analis Senior Indonesia Strategic and Economic Action Institution Ronny P Sasmita, menyatakan penurunan kinerja manufaktur memberikan dampak bahaya bagi perekonomian dalam negeri, terutama dari sisi tenaga kerja.
Sektor manufaktur adalah bagian utama dari modernisasi ekonomi karena menyerap tenaga kerja dalam jumlah yang besar di satu sisi, dan membutuhkan skill khusus tertentu di sisi lain.
Dia memberi contoh Jepang, Korea Selatan, Taiwan, dan China terangkat menjadi negara berpendapatan menengah ke atas karena kemajuan yang terus terjadi di sektor manufaktur negara-negara tersebut. Dampaknya adalah negara bisa menghasilkan produk secara masif yang dipasarkan ke seluruh dunia.
Pendapat serupa disampaikan Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira. Apabila tidak ada langkah perbaikan dari pemerintah terhadap sektor industri, maka jumlah pengangguran di dalam negeri terutama pada usia muda, sekitar umur 15-29 tahun, akan semakin tinggi.
Apalagi, lanjut Bhima, jumlah pengangguran usia muda Indonesia yang sebesar 13,9% pada 2023, paling tinggi di antara negara ASEAN.
Red-BDS Alliance