Danantara dan ‘Big Boss’ Bandit-Bandit Negara

Kantor Badan Pengelola Investasi (BPI) Daya Anagata Nusantara (Danantara) di Jakarta. Foto: Nusantaranews

Share

Oleh: Saiful Huda Ems*

Sebelum mengkritisi Danantara dan UU Nomor 1 Tahun 2025 tentang Perubahan Ketiga Atas UU 19/2003 tentang BUMN yang dijadikan payung hukum Danantara, mari siapkan kopi dan camilan. Karena tulisan ini panjang dan khusus untuk yang serius membahas Danantara dan UU BUMN.

Danantara menurut sepengetahuan saya adalah Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara). Ini langkah strategis pemerintahan Prabowo Subianto untuk mengelola investasi nasional dan mendukung pertumbuhan investasi yang berkelanjutan.

Danantara diluncurkan Prabowo di Jakarta, pada Senin, 24 Februari 2025 merupakan bagian dari strategi antisipasi penyelamatan perekonomian nasional, di tengah ancaman krisis perekonomian global yang disebabkan banyak faktor.

pre

Misalnya: perang Rusia-Ukraina yang belum ada tanda-tanda kapan selesainya, perang Israel-Hamas, perang dagang Amerika-China, ancaman akan terjadinya perang China-Taiwan, dan terbaru adalah perang India-Pakistan.

Perang militer dan ekonomi tersebut berpotensi menyeret banyak negara untuk terlibat, yang tentunya akan berdampak besar pula pada keadaan ekonomi dan politikdi berbagai, tak terkecuali Indonesia.

Memperhatikan dampak perang perang militer dan perang dagang tersebut terhadap perekonomian nasional, maka dibentuknya Danantara merupakan trobosan pemerintahan Prabowo Subianto.

Meskipun demikian, tentu saja kewajaran atau hal yang bagus itu harus tetap kita imbangi dengan sikap kewaspadaan, mengingat adanya “pasal-pasal slundupan” berbahaya dan kontroversial dari UU BUMN. UU yang dijadikan sebagai payung hukum dari Danantara tersebut.

Sebelum sampai pada pasal-pasal dari UU itu yang akan saya kritisi, saya akan melanjutkan sedikit lagi prihal Danantara agar lebih lengkap lagi. Danantara itu mempunyai tujuan yang antara lain adalah:

Pertama, mengelola Investasi Nasional: Danantara bertugas mengelola investasi untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan pembangunan nasional.

Kedua, mendukung Investasi Berkelanjutan: Badan ini bertujuan untuk menciptakan investasi yang berkelanjutan dan berdampak positif pada masyarakat dan lingkungan.

Baca Juga  Polri, Mau Cinta Rakyat atau Jokowi?

Dengan peluncuran Danantara, pemerintah menunjukkan komitmennya untuk meningkatkan pengelolaan investasi dan menciptakan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.

Lalu apa bahayanya dari Danantara ini bagi rakyat Indonesia, wabil khusus rakyat yang hidupnya masih sengsara? Begini, seperti yang di atas saya katakan, Danantara ini dipayungi oleh UU yang di dalamnya kelihatannya ada “Pasal-Pasal Slundupan” dari Bandit-Bandit Negara yang tak bertanggung jawab.

Jika kita perhatikan dari proses legislasinya saja yang terlalu cepat: Revisi Undang-Undang (UU) BUMN yang menjadi landasan pembentukan Danantara ini dilakukan hanya dalam waktu tiga hari, sekali lagi hanya dalam waktu tiga hari ! Hal ini tentu menimbulkan berbagai tanda tanya kita, tentang transparansi dan partisipasi publik dalam proses pengambilan keputusannya. Bagaimana kita bisa menelaah dan mengkritisi RUU tersebut, jika revisinya hanya dalam waktu tiga hari?!.

Berikutnya soal konsentrasi kekuasaan: Danantara awalnya dirancang untuk menggantikan peran Kementerian BUMN secara keseluruhan, menimbulkan kekhawatiran tentang potensi monopoli kekuasaan dan kurangnya mekanisme pengawasan yang memadai.

Lalu tentang peran Kementerian BUMN: Kementerian BUMN awalnya akan kehilangan kewenangan signifikan, tetapi melalui lobi-lobi intensifnya dengan DPR dan Presiden Jokowi, Menteri BUMN Erick Thohir berhasil mempertahankan sebagian kewenangan, termasuk penunjukan direksi dan komisaris BUMN. Luar biasa “perkasa”nya Pak Menteri ini bukan?

Demikuan pula dengan “Gerilya Politik yang nampaknya didalangi oleh Big Boss Bandit Solo, yang melatar belakangi terjadinya dinamika politik di dalamnya: Pembentukan Danantara melibatkan dinamika politik kompleks antara Pak Prabowo, Erick Thohir, dan DPR, menimbulkan pertanyaan tentang keberimbangan kekuasaan dan kepentingan politik.

Gerilya –sebetulnya kata tersebut terlalu lembut untuk disematkan pada para bandit– atau cawe-cawe –sekali lagi ini bisa jadi, alias kemungkinan– yang didalangi oleh Big Boss Bandit Solo ini, akhirnya telah mempengaruhi Struktur Pengelolaan BUMN:

Baca Juga  Megawati, SBY, Jokowi, dan Prabowo: Sketsa Transisi dan Relasi Kekuasaan RI

Perubahan struktur pengelolaan BUMN menimbulkan pertanyaan tentang implementasi dan koordinasi antara Danantara, Kementerian BUMN dan Dewan Pengawas.

Danantara sendiri bertujuan untuk meningkatkan efisiensi dan profesionalisme dalam pengelolaan aset negara, terutama BUMN strategis seperti Pertamina, PLN, dan Telkom. Namun, implementasi Danantara harusnya perlu diiringi dengan transparansi, akuntabilitas, dan koordinasi yang baik untuk mencapai tujuannya.

Seorang sahabat senior saya, yang merupakan seorang pengusaha tambang dan pendiri serta yang menjadi Presiden Haidar Alwi Institute (HAI), yakni Bang H. Haidar Alwi, memberikan catatan khusus terhadap UU BUMN, yang menjadi payung hukum dari Danantara tersebut.

Bang H. Haidar Alwi menilai, bahwa pasal ‘kebal hukum’ dalam Undang Undang BUMN terbaru berpotensi menciderai ide besar Presiden Prabowo Subianto dan ayahnya Begawan Ekonomi Sumitro Djojohadikusumo tentang Danantara.

“Penting untuk memastikan agar ide besar tersebut tidak diciderai oleh kepentingan pihak tertentu yang ingin menghindari proses hukum atas potensi-potensi kerugian negara dalam pengelolaan BUMN,” kata Bang Haidar Alwi, Selasa (6/Mei/2025).

Dari sejumlah pasal yang menjadi kontroversi, yang paling menarik perhatiannya adalah Pasal 4B berikut dengan penjelasannya. Bahwa kerugian yang dialami BUMN bukan merupakan kerugian negara.

“Sehingga aparat penegak hukum seperti Kejaksaan, KPK dan Polri tidak dapat lagi melakukan penyelidikan dan penyidikan dugaan korupsi BUMN meskipun secara nyata terdapat kerugian negara,” jelas Bang H. Haidar Alwi.

Sebab, dalam Pasal 2 dan Pasal 3 Undang Undang Tipikor, terdapat tiga unsur yang harus terpenuhi agar seseorang bisa dinyatakan bersalah. Salah satu unsur tersebut adalah adanya kerugian negara.

“Karena kerugian BUMN bukan merupakan kerugian negara, maka unsur utama dalam Pasal 2 dan Pasal 3 Undang Undang Tipikor tidak mungkin terpenuhi,” ungkap Bang H. Haidar Alwi sebagaimana tulisan opininya yang berjudul “PASAL KEBAL HUKUM UU BUMN MENCIDERAI IDE BESAR PRESIDEN PRABOWO” dan yang sempat saya baca beberapa hari yang lalu.

Baca Juga  Rontoknya ‘Gerombolan’ Jokowi

Saya pikir Pak Presiden Prabowo Subianto sebaiknya sesegera mungkin memanggil sahabat senior saya ini, Bang H. Haidar Alwi untuk dimintai banyak masukan prihal Danantara. Apalagi beliau selama bertahun-tahun ini banyak melalukan kegiatan sosial kemasyarakatan, di antaranya Bantuan dari Rakyat untuk Rakyat, seperti Gerilya Lansia Husnul Khatimah di Jakarta, Malang dan di kota-kota lainnya.

Banyak hal yang diketahui oleh Bang H. Haidar Alwi ini, termasuk soal bagaimana cara melunasi hutang-hutang negara. Karena latar belakangnya sebagai pengusaha tambang dan ilmuan (Fisikawan), Bang H. Haidar Alwi juga telah mampu memetakan dengan baik daerah-daerah di Indonesia yang alamnya menyimpan banyak emas, yang dapat dikelola dengan baik untuk kemakmuran dan kesejahteraan rakyat, bukan untuk kemakmuran dan kesejahteraan para bandit negara.

Syukur-syukur Pak Presiden Prabowo Subianto menjadikan Bang H. Haidar Alwi Menteri BUMN, dan mempersilahkan Pak Menteri BUMN yang sekarang istirahat saja di rumah, agar partisipasi publik mengenai Danantara dan Reformasi Tata Kelola BUMN dapat terbangunkan.

Rakyat tidak boleh dibiarkan lagi lemas-lemasan ria, atau bakar kemenyan, lalu matanya merem dan mulutnta komat-komit membaca mantera-mantera di tengah malam, di gunung-gunung, di pohon-pohon dan di makam-makam keramat untuk mencari wangsit agar menang Judi Online (Judol).

Mereka selama ini banyak yang melakukan hal seperti itu, sebab frustasi melihat bandit-bandit negara dan Big Bossnya yang di Solo cengar-cengir saja, setelah merusak tatanan hukum dan perekonomian negara, serta meninggalkan hutang negara pada luar negeri ribuan triliun rupiah, yang menjadikan hidup rakyat makin susah. Wallahu a’lamu bisshawab.

 

*Lawyer dan Analis Politik.

Share

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *