Jakarta – Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia pada kuartal II-2024 meningkat menjadi 408,6 miliar dolar AS. Asisten Gubernur Bank Indonesia Erwin Haryono mencatat ULN Indonesia meningkat 2,7 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Angka ini juga lebih tinggi dibandingkan kuartal I-2024 sebesar 0,2 persen yoy. Peningkatan itu berasal dari sektor publik maupun swasta. Utang luar negeri pemerintah pada kuartal II-2024 tercatat sebesar 191 miliar dolar AS, mengalami kontraksi 0,8 persen yoy, melanjutkan kontraksi kuartal I-2023 sebesar 0,9 persen yoy.
Sementara, posisi utang luar negeri swasta tercatat sebesar 196,5 miliar dolar AS, tumbuh 0,3 persen yoy, setelah mengalami kontraksi pertumbuhan 1,2 persen yoy pada kuartal I 2024.
Posisi ULN Indonesia pada kuartal II-2024 bila dibandingkan PDB atau external debt to GDP ratio mencapai 29,87 persen, tertinggi sejak kuartal 1-2023. Angka rasio itu memang masih di bawah batas yang diatur oleh UU saat ini di 60 persen.
Laporan BI hari ini juga menunjukkan rasio utang jangka pendek dengan waktu jatuh tempo kurang dari setahun berdasarkan jangka waktu sisa, bila dibandingkan posisi cadangan devisa angkanya juga meningkat menjadi 52,23 persen. Ini tertinggi sejak 2015.
Surplus
Sementara Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat neraca perdagangan RI surplus 0,47 miliar dolar AS pada Juli 2024. Meski surplus, angkanya 1,92 miliar dolar AS, namun lebih rendah dibandingkan Juni 2024 dan 0,82 miliar dolar AS lebih rendah dibanding Juli 2023.
Nilai ekspor Indonesia pada Juli tercatat 22,21 miliar dolar AS, atau naik 6,55 persen dibandingkan Juni 2024. Sementara secara tahunan nilai ekspor naik 6,46 persen.
Nilai impor Indonesia pada Juli 2024 tercatat sebesar 21,74 miliar dolar AS, atau naik 17,82 persen dibandingkan Juni 2024. Angka ini naik 11,07 persen dibandingkan Juli 2023.
BPS juga melaporkan defisit neraca perdagangan dengan China semakin dalam pada Juli 2024 yakni sebesar 1,7 miliar dolar AS, dibanding defisit bulan sebelumnya yang hanya 682 juta dolar AS.
Plt Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti menjelaskan komoditas penyumbang defisit terbesar yakni mesin dan peralatan mekanis serta bagiannya (HS84) yang defisit 1,5 miliar dolar AS.
Kemudian mesin dan perlengkapan elektrik serta bagiannya (HS85) dengan defisit 1,2 miliar dolar AS, serta kendaraan dan bagiannya (HS87) yang defisit 343 juta dolar AS.
Sumber: DBS Alliance