Oleh: Saiful Huda Ems*
Bukannya menghormati proses hukum atas sidang praperadilan episode II yang diajukan oleh Tim Hukum Hasto Kristiyanto, KPK justru akan melimpahkan berkas perkara Hasto Kristiyanto ke Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Kamis (6/3/2025).
Padahal di persidangan praperadilan yang seharusnya digelar pada Senin (3/3/2025), pihak KPK sebagai termohon (yang digugat) justru tidak hadir di persidangan, dan meminta kepada hakim agar sidang praperadilan ditunda hingga 10 Maret 2025.
Sedangkan untuk sidang praperadilan materi gugatan keduanya, direncanakan akan dilaksanakan pada Jumat (14/3/2025).
Tindakan KPK yang demikian, selain tidak menghormati hukum, juga merupakan hal yang patut dicurigai bahwa KPK telah melakukan tindakan penelikungan proses hukum pada Hasto.
Dengan sikap yang demikian pula, KPK terkesan sangat vulgar mau menunjukkan tangan besi kekuasaan yang mengendalikannya. Bahwa apapun yang terjadi, Hasto si kritikus tajam dan pemberani terhadap abuse of power dan cawe-cawe Jokowi pada pemerintahan Prabowo-Gibran itu harus tetap dipenjarakan.
Apakah tindakan yang dilakukan oleh KPK itu wajar, di saat tim hukumnya Hasto sedang melakukan proses praperadilan episode II dan belum mendapatkan putusan?
Apa salah dan ruginya jika KPK bersedia menahan diri sejenak untuk tidak tergesa-gesa melimpahkan perkara Hasto ke JPU?
Maka itulah yang saya sebut sebagai penelikungan proses hukum yang dilakukan oleh KPK terhadap Hasto. Mirip sebagaimana pengendara yang berada di tikungan jalan, kemudian tiba-tiba disalip orang lain (KPK). Ini kan membahayakan.
Oleh karena itu sangat wajar sekali jika kemudian kuasa hukum Hasto Kristiyanto merasa keberatan, dan mengajukan protes keras terhadap kesewenang-wenangan KPK. Vulgar sekali memang dengan apa yang dilakukan oleh KPK itu.
Sebagai lembaga penegak hukum antirasuah, KPK seharusnya memperhatikan betul ketentuan hukum acara pidana, yang terdapat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), bahwa KPK harus memiliki itikad baik dalam menegakkan hukum dan memproses hukum seseorang.
Dan sebagaimana prinsip persidangan praperadilan yang bersifat cepat dan sederhana, serta memberikan perlindungan HAM, KPK sudah seharusnya menghormati pemohon praperadilan Hasto, tidak boleh menyepelekannya dan harus benar-benar memberikan perlindungan padanya.
Lain lagi jika memang kecurigaan banyak pemerhati penegakan hukum di negeri ini benar-benar terjadi, bahwa Komisioner KPK telah dijabat oleh orang-orangnya Jokowi semua, mungkin menggunakan tangan besi, otoriter untuk secepat mungkin memenjarakan Hasto, ya apa boleh dikata lagi.
Meski demikian vulgarnya KPK mempertontonkan peremot kontrol di belakangnya, setidaknya KPK sedikit saja mengingat falsafah bijak orang Jawa: Ngono yo ngono, yo ojo ngono (begitu ya begitu, tapi ya jangan begitu amat.
*Lawyer dan Analis Politik