Kunjungan Prabowo ke China: Prioritaskan Investasi untuk Rakyat, Bukan Elit Konglo

Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto dan Presiden Republik Rakyat Tiongkok (RRT) Xi Jinping saat kunjungan kenegaraan perdana ke China, Sabtu (9/11/2024). Foto: BPMI Setpres

Share

Oleh: Achmad Nur Hidayat
(Ekonom dan Pakar Kebijakan Publik UPN Veteran Jakarta)

Kunjungan kenegaraan perdana Presiden Prabowo Subianto ke China akhirnya menjadi sorotan tajam, bukan hanya karena tujuannya yang strategis, tetapi karena keterlibatan sejumlah konglomerat Indonesia yang memiliki rekam jejak kontroversial dan banyak merusak lingkungan.

Sejumlah pihak mempertanyakan mengapa sosok-sosok seperti Prajogo Pangestu dan Franky Widjaja ikut dalam rombongan resmi kunjungan ini.

Padahal, seharusnya momen diplomatik ini dapat lebih difokuskan untuk memperkuat hubungan ekonomi, meningkatkan Foreign Direct Investment (FDI), membuka peluang kerja baru bagi masyarakat Indonesia, dan mendorong peran aktif Indonesia dalam perdagangan serta perdamaian dunia.

Dengan demikian, penting bagi pemerintahan baru untuk mempertimbangkan dampak jangka panjang dari keputusan-keputusan simbolis yang diambil dalam kunjungan ini.

China merupakan salah satu mitra dagang terbesar Indonesia dan memiliki pengaruh signifikan dalam kancah ekonomi global.

Sebagai negara dengan populasi dan potensi pasar yang besar, China juga menjadi salah satu investor utama di berbagai sektor di Indonesia, termasuk infrastruktur, teknologi, dan sumber daya alam.

Oleh karena itu, kunjungan presiden ke China memiliki arti yang sangat strategis untuk memperkuat hubungan bilateral kedua negara dan memposisikan Indonesia sebagai mitra utama di kawasan Asia.

Harapan besar publik adalah agar kunjungan ini membawa dampak konkret dalam hal peningkatan investasi langsung asing (FDI) yang dapat membuka lapangan pekerjaan dan mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Investasi langsung dari China, bila dikelola dengan baik, berpotensi besar mendukung transformasi sektor-sektor industri dalam negeri dan memperkuat daya saing Indonesia di pasar global.

Selain itu, mengingat dinamika geopolitik yang ada, kunjungan kenegaraan ini juga dapat memainkan peran penting dalam mempromosikan stabilitas dan perdamaian regional, terutama dengan menghadirkan Indonesia sebagai penengah yang berkomitmen terhadap kerja sama internasional.

Baca Juga  Ironi Kebijakan: Bebas PPN Rp265,6 Triliun, tapi Rakyat Dibebani Kenaikan PPN 12%

Ketika nama-nama besar dalam dunia bisnis seperti Prajogo Pangestu dan Franky Widjaja ikut serta dalam kunjungan ini, muncul kekhawatiran publik.

Kedua sosok tersebut, meskipun merupakan tokoh terkemuka dalam perekonomian nasional, tidak luput dari kontroversi terkait isu lingkungan, tata kelola, dan hubungan dengan pemerintahan sebelumnya.

Kehadiran konglomerat dengan rekam jejak yang kontroversial dapat menimbulkan persepsi bahwa pemerintahan baru ini masih melanggengkan praktik oligarki, di mana para elit bisnis memiliki akses lebih dekat dan istimewa terhadap kekuasaan.

Beberapa pandangan skeptis menilai bahwa hal ini justru mereduksi esensi dari kunjungan tersebut, yang seharusnya menjadi momentum untuk memperbaiki tata kelola ekonomi, memastikan transparansi, serta menciptakan peluang ekonomi yang merata untuk seluruh lapisan masyarakat.

Tentu saja, keterlibatan sektor swasta dalam diplomasi ekonomi memiliki peran yang krusial, namun sebaiknya diiringi dengan pemilihan mitra yang tidak hanya mementingkan kepentingan pribadi, tetapi juga menunjukkan komitmen untuk membangun Indonesia yang lebih berkelanjutan dan inklusif.

Salah satu pilar utama dari kunjungan kenegaraan seperti ini adalah untuk menarik investasi asing langsung (FDI) yang dapat menggerakkan ekonomi Indonesia.

Di tengah tren deglobalisasi dan ketegangan geopolitik, menarik FDI dari China merupakan strategi yang sangat relevan.

FDI yang tepat tidak hanya akan meningkatkan nilai ekspor Indonesia, tetapi juga membuka banyak lapangan kerja baru, memberikan keterampilan kepada tenaga kerja lokal, serta mempercepat pembangunan infrastruktur yang mendukung ekonomi.

Dalam konteks tersebut, kunjungan ini sebaiknya dipandang sebagai peluang besar bagi pemerintahan Presiden Prabowo untuk menunjukkan komitmen terhadap pembangunan ekonomi inklusif yang berorientasi pada rakyat.

Baca Juga  100 Hari Pertama Kabinet Prabowo-Gibran: Belajar dari Franklin Delano Roosevelt

Setiap investasi yang datang dari China perlu diarahkan untuk sektor-sektor yang mampu memberikan dampak nyata bagi kesejahteraan masyarakat, seperti sektor manufaktur, energi terbarukan, dan teknologi.

Jika pengelolaan investasi asing dilakukan dengan bijak, maka akan tercipta lapangan pekerjaan yang tidak hanya memenuhi kebutuhan ekonomi masyarakat, tetapi juga meningkatkan kualitas hidup mereka.

Selain itu, kehadiran investasi ini juga diharapkan dapat memperkuat kemampuan Indonesia untuk bersaing di pasar global.

Dengan meningkatnya persaingan global dan pesatnya perkembangan teknologi, transformasi digital dan inovasi dalam berbagai sektor ekonomi Indonesia perlu dipercepat.

Kunjungan ini seharusnya difokuskan untuk mempertemukan pemerintah dengan para investor yang memiliki komitmen untuk mengalihkan teknologi dan pengetahuan, bukan sekadar mendatangkan kapital tanpa manfaat jangka panjang bagi masyarakat.

Selain fokus pada pertumbuhan ekonomi dalam negeri, kunjungan Prabowo ke China seharusnya juga bisa menjadi simbol komitmen Indonesia untuk berperan aktif dalam menjaga stabilitas kawasan dan perdamaian dunia.

Hubungan baik dengan China akan membantu memperkuat posisi Indonesia di ASEAN, serta memungkinkan Indonesia untuk memainkan peran yang lebih besar dalam mengatasi isu-isu global seperti perubahan iklim, ketahanan pangan, dan keamanan energi.

Sebagai negara dengan populasi terbesar di Asia Tenggara, Indonesia memiliki tanggung jawab untuk mempromosikan perdagangan bebas yang adil dan inklusif.

Kunjungan ini adalah peluang untuk menyampaikan bahwa Indonesia menginginkan kemitraan yang setara dan berbasis pada nilai-nilai saling menguntungkan.

Oleh karena itu, perlu ditekankan bahwa pemerintah lebih mengutamakan kerja sama yang memberi dampak positif bagi perdamaian dan kemakmuran kawasan, dari pada sekadar memperkuat hubungan ekonomi dengan tokoh-tokoh bisnis yang memiliki “catatan hitam”.

Kondisi kondusif untuk perdagangan juga mencakup peningkatan diplomasi ekonomi yang menekankan pada diversifikasi perdagangan, agar ketergantungan Indonesia pada satu atau dua negara saja bisa diminimalisir.

Baca Juga  Akankah Jokowi Menjadi Sampah Sejarah?

Pendekatan ini akan membuat ekonomi Indonesia lebih tangguh dan tidak mudah terpengaruh oleh ketidakpastian global.

Selain itu, mengurangi ketergantungan pada pihak-pihak dengan kepentingan yang merugikan jangka panjang juga penting agar Indonesia tetap berdaulat dalam menentukan kebijakan ekonomi dan diplomatiknya.

Kunjungan kenegaraan Presiden Prabowo ke China seharusnya bisa menjadi momentum untuk memperkuat hubungan bilateral Indonesia-China secara lebih strategis dan profesional.

Kehadiran konglomerat dengan “catatan buruk” bisa mencederai esensi kunjungan ini, karena dapat menimbulkan persepsi bahwa Indonesia masih berpihak pada para elit yang memiliki rekam jejak kontroversial.

Jika pemerintahan baru berkomitmen pada perubahan yang lebih baik, maka alangkah baiknya jika dalam kunjungan-kunjungan strategis di masa depan, pemerintah lebih selektif dalam memilih mitra bisnis.

Dengan berfokus pada peningkatan FDI yang menciptakan lapangan kerja, mendorong transfer teknologi, dan memperkuat ketahanan ekonomi, kunjungan ini seharusnya membawa manfaat yang lebih besar bagi masyarakat luas.

Kunjungan ini seharusnya mengedepankan upaya untuk menciptakan iklim ekonomi yang lebih inklusif, transparan, dan berkelanjutan.

Dengan demikian, Indonesia dapat memperkuat posisinya sebagai pemimpin kawasan yang tidak hanya peduli pada pertumbuhan ekonomi semata, tetapi juga pada nilai-nilai keadilan dan perdamaian yang lebih luas.

Sebagai tambahan, Indonesia perlu memastikan bahwa kerja sama dengan China tidak hanya menjadi keuntungan bagi segelintir elit, tetapi dapat dirasakan dampaknya oleh seluruh lapisan masyarakat.

Pemerintah harus menempatkan kepentingan rakyat sebagai prioritas utama, dan menghindari keterlibatan individu atau entitas yang tidak memiliki rekam jejak yang sejalan dengan visi pembangunan berkelanjutan.

Share

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *