Jakarta – Perusuh yang membubarkan diskusi yang diadakan Forum Tanah Air (FTA) di sebuah hotel di Jakarta, Sabtu, 28 September 2024 harus diseret ke pengadilan. Polisi diminta harus bersikap agar perbuatan para perusuh tersebut tidak menjadi noda besar bagi demokrasi.
“Tindakan para pengacau itu adalah perbuatan biadab. Maka harus diproses secara hukum. Para pelaku harus segera ditangkap,” tegas Immanuel Ebenezer, Ketua Umum Prabowo Mania, di Jakarta, Minggu (29/9).
Immanuel mengaku tak habis pikir mengapa para pengacau demikian bebas, padahal ada petugas polisi yang berjaga-jaga di tempat itu. “Orang bisa menyangka, Polri menyuruh para preman untuk mengacau. Ada petugas di tempat, tapi pengacau bisa leluasa,” katanya.
Jika para pengacau tidak segera diproses, masyarakat bisa menyangka Presiden Joko Widodo yang menyuruh. Atau setidak-tidaknya masyarakat menyangka bahwa polisi dan preman bekerja sama untuk membubarkan diskusi.
“Di video yang beredar terlihat jelas polisi tidak berusaha menghalangi para pengacau. Demikian mudahnya para perusuh merusak backdrop (spanduk di dinding). Polisi kita kenapa diam saja terhadap tindakan yang melanggar hukum,” gugat aktivis yang akrab dipanggil Noel.
Seperti diketahui, Forum Tanah Air merupakan organisasi yang didirikan para perantau asal Indonesia (diaspora) di berbagai negara. Menurut aktivis dan pengamat politik Rocky Gerung, FTA lahir di New York, sekitar tahun 2018 atau 2019.
“Banyak diaspora Indonesia yang bergabung di FTA. Mulai dari mahasiswa yang setelah lulus tapi tidak kembali ke Indonesia, sampai aktivis yang dulu sempat tidak diperbolehkan kembali ke Indonesia. Saya juga ikut mendirikan organisasi itu,” ungkapnya dalam channel youtube Rocky Gerung Official, ditayangkan Sabtu (28/9) siang.
Ketua FTA Tata Kesantra menyatakan prihatin atas peristiwa pembubaran diskusi. “Ini sungguh memalukan. Apa yang kita alami hari ini, jauh lebih buruk dari perlakuan Orde Baru. Kita mundur 40 tahun ke belakang,” katanya.
Sejumlah aktivis dan pengamat politik hadir dalam diskusi. Dari tiket parkir VIP, di antara: Abraham Samad, Din Syamsudin, Fachrurozi, Sunarko, Chusnul Mariyah, Siti Fadilah, Refly Harun dan banyak lagi.
Noel mengatakan, pembubaran paksa sebuah diskusi yang merupakan hak demokrasi setiap warga negara Indonesia, tidak bisa dibenarkan. Tak ada alasan dan tak ada celah yang bisa membenarkan tindakan demikian.
“Para perusuh itu membatalkan hak demokrasi warga untuk berkumpul dan menyatakan pendapat. Pasal 28 UUD 1945: Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang,” tuturnya.
Supaya peristiwa memilukan ini menjadi jelas, para pelaku harus segera diproses. “Mereka telah melanggar sejumlah pasal pidana,” kata Noel.