Hotel Syariah Tolak Karyawan Nonmuslim, tetapi Tamu Semua Agama Diterima

Hotel syariah. Foto: mirror.mui

Share

Oleh: Wahyu Setyo Widodo

Hotel berkonsep syariah makin menjamur di Indonesia. Namun, kebijakan pemilik hotel yang melarang karyawan nonmuslim bekerja di dalamnya menimbulkan pertanyaan: apakah ini bentuk diskriminasi terselubung?

Konsep Syariah yang seperti ini berpotensi merusak persatuan dan kesatuan bangsa. Ini merupakan bentuk kemunafikan; tamu hotel nonmuslim (pemasukan) diterima menginap di hotel. Tapi pemilik hotel tidak menerima karyawan yang nonmuslim.

Orang bekerja tidak dipilih berdasarkan acuan dasar, yakni kualitas, kemampuan dan kompetensinya. Tapi didasarkan pada nilai keimanan. Konsep Syariah seperti ini mendidik manusia Indonesia jadi bermental licik, culas dan munafik.

Sehingga amat wajar, meski Belanda dan Portugis yang 350 tahun menjajah telah hengkang dari bumi pertiwi, tapi kehidupan kita tetap terbelenggu dalam ‘kegelapan’.

Baca Juga  Adakah Setan Politik di Bawah Beringin?

Konsep syariah membentuk watak sektarian yang bisa berujung disharmonisasi sebuah bangsa. Konsep ekonomi yang diusung dari kawasan timur tengah itu sudah ketinggalan zaman dijadikan model ekonomi Indonesia yang rakyatnya beragam agama, suku, dan bangsa.

Padahal dunia telah berubah dan kita hidup tidak lagi disekat-sekat oleh perbedaan agama, ras, suku dan golongan. Kita telah menyatu di dalam One Globe One Nation masyarakat dunia.

Sejak Soeharto dilengserkan oleh rezim reformasi, fondasi bangsa dan bernegara yang sukses membuat bangsa ini menjadi bangsa terhormat dan diperhitungkan di mata dunia, satu per satu ‘dipreteli’ oleh IMF.

Kita tunduk pada IMF karena jadi negara pengutang untuk membiayai devisa fiskal negara yang collapse oleh kekuatan negara-negara maju. Negara jadi tidak power full, kebijakannya diintervensi oleh negara-negara pendonor utang sehingga kita menjadi jongos di negara kita sendiri.

Baca Juga  Kemerosotan Mutu Politisi dan Penyelenggara Negara sebagai Produk Pendidikan

Keadaan makin buruk, karena sendi-sendi kebanggaan budaya lokal kita sebagai bangsa, pelan-pelan tergantikan budaya Arab, baik dalam berbusana maupun cara pandang pergaulan. Contohnya budaya syariah.

Kita sudah dicekoki cara pandang yang keliru pada sistem pergaulan budaya syariah. Orang diajak untuk ekslusif, tidak membaur dengan orang yang di luar seagamanya atau sealirannya. Tapi kalau itu pemasukan kas, ditampung. Tetapi tidak untuk karyawan jika itu tidak seiman.

Tanpa disadari, kita telah dijajah oleh budaya asing yang membentuk watak pribadi diri jadi buruk; culas, maunya menang sendiri, jauh dari welas asih dan tamak.

Itu terbukti sejak Belanda hengkang 79 tahun silam dari negara ini, keadaan kita masih terjajah. Terjajah oleh budaya asing yang dibungkus ayat-ayat ajaran agama.

Baca Juga  Peringatan Darurat dan Seruan Perlawanan  

Share

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *