Turut Berduka Cita atas Matinya Keadilan di NKRI

Sorbatua Siallagan saat dijatuhi hukuman 2 tahun penjara serta denda Rp1 miliar, subsider 6 bulan di Pengadilan Negeri Simalungun. Foto: Herman

Share

Simalungun – Sebuah papan bunga bertuliskan “Turut Berduka Cita atas Matinya Keadilan di Negara Ini” serta “Terima Kasih kepada Hakim atas Nilai Keadilan untuk Masyarakat Adat” menghiasi area Pengadilan Negeri Simalungun, Sumatra Utara.

Siang itu sidang putusan terhadap Ketua Adat Kecamatan Dolok Parmonangan, Sorbatua Siallagan dijadwalkan akan dibacakan. Sementara suasana persidangan dipenuhi dengan aksi ritual adat, tabur bunga, dan orasi masyarakat yang turut memprotes persidangan.

Sorbatua Siallagan adalah tetua adat dari Tanah Simalungun. Ia akhirnya dinyatakan bersalah dan dijatuhi hukuman 2 tahun penjara serta denda Rp1 miliar, subsider 6 bulan.

Ia didakwa atas tuduhan menduduki dan membakar kawasan hutan negara. Namun dalam nota pembelaannya, Sorbatua membantah keras dakwaan tersebut.

Baca Juga  Terhalang Izin Membangun Gereja, 11 Tahun Jemaat GKJI-MD Ibadah di Tanah Lapang
Sorbatua Siallagan. Foto: Herman

Ia menegaskan bahwa tanah yang diusahakannya adalah wilayah adat Ompu Umbak Siallagan — wilayah yang telah dikuasai dan diusahai oleh keturunannya selama 11 generasi.

Boy Raja Marpaung, penasihat hukum yang tergabung dalam Tim Advokasi Masyarakat Adat Nusantara (TAMAN), menyatakan ketidaksetujuan terhadap putusan sidang yang digelar pada Rabu, 14 Agustus 2024.

“Kami tidak menerima keputusan ini karena Sorbatua jelas tidak menduduki kawasan hutan negara, melainkan wilayah adatnya sendiri,” ujarnya.

Penasehat hukum Sorbatua Siallagan di persidangan menambahkan, “Kami turut mengapresiasi Hakim Agung Corry Laia yang mengeluarkan dissenting opinion (baca: perbedaan pendapat hakim), yang menyatakan bahwa Sorbatua seharusnya dibebaskan.

Masalah ini seharusnya diselesaikan secara administratif sebelum mengadili sengketa lahan. Kami, sebagai penasihat hukum dan komunitas masyarakat adat Ompu Umbak Siallagan, mengucapkan terima kasih kepada hakim tersebut. Perjuangan kami masih panjang.”

Baca Juga  Suharso Dorong Pemuda Tingkatkan Pertumbuhan Ekonomi Berkelanjutan

Di tengah persidangan, Jerni Elisa Siallagan, putri Sorbatua Tak kuasa menahan tangisnya usai sang ayah divonis hakim. Dia menyampaikan rasa kekecewaan mendalam.

“Ini adalah kelalaian negara yang belum juga mengesahkan kebijakan untuk mengakui dan melindungi hak masyarakat adat. Inilah sebabnya mengapa bapak saya mengalami kriminalisasi ini. Kami sebagai keluarga akan terus melawan,” tegas Jerni.

Konflik agraria

Sebelumnya pada tahun 2019, Sorbatua pernah bertemu langsung dengan Siti Nurbaya, Menteri KLHK Republik Indonesia. Selain Sorbatua, turut hadir juga komunitas masyarakat adat. Saat itu, Siti Nurbaya mengeluarkan SK tentang penyelesaian konflik antara masyarakat adat dan PT Toba Pulp Lestari.

Namun, hingga kini, SK tersebut belum dilaksanakan.

Baca Juga  Mobil Desa, Sebuah Jip untuk Petani dan Nelayan

Sorbatua Siallagan dan keturunan Ompu Umbak Siallagan bertekad untuk terus mempertahankan wilayah adat mereka dari ancaman perusahaan perusak lingkungan seperti TPL.

 

Sumber: Ninna.id

Share

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *