Oleh: Achmad Nur Hidayat (Ekonom dan Pakar Kebijakan Publik UPN Veteran Jakarta)
Pengalihan subsidi BBM dan listrik ke bantuan langsung tunai (BLT) merupakan kebijakan yang bertujuan baik, yakni untuk mengarahkan subsidi agar lebih tepat sasaran kepada masyarakat yang membutuhkan.
Namun, kebijakan ini justru berisiko besar jika dilaksanakan saat ini, terutama karena kondisi ekonomi yang belum stabil dan daya beli masyarakat yang masih rapuh.
Data terbaru dari survei konsumen Bank Indonesia menunjukkan penurunan indeks keyakinan konsumen, khususnya pada aspek kondisi ekonomi saat ini, yang mengindikasikan ketidakstabilan daya beli masyarakat, terutama pada kelas menengah dan menengah bawah.
Di bawah ini akan dibahas lebih lanjut alasan mengapa pengalihan subsidi ini sebaiknya ditunda, disertai data yang mendukung.
Daya beli kelas menengah memainkan peran penting dalam perekonomian Indonesia sebagai penggerak utama konsumsi rumah tangga. Namun, data terbaru menunjukkan bahwa daya beli kelas menengah saat ini sedang tertekan.
Berdasarkan Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini (IKE) dari Bank Indonesia untuk Oktober 2024, komponen “Penghasilan Saat Ini” menurun dari 122,4 di bulan sebelumnya menjadi 117,9. Selain itu, komponen “Ketersediaan Lapangan Kerja” turun dari 108,2 menjadi 104,7, dan “Pembelian Barang Tahan Lama” turun dari 111,0 ke 107,0.
Penurunan ini menandakan bahwa masyarakat, termasuk kelas menengah, merasakan adanya tekanan dalam hal pendapatan dan kesempatan kerja, serta menurunnya kemampuan untuk melakukan pembelian barang tahan lama.
Penjelasan: Tabel ini menunjukkan penurunan pada semua komponen IKE, yang menggambarkan pelemahan daya beli dan ketidakstabilan kondisi ekonomi saat ini.
Kenaikan harga BBM akibat pengalihan subsidi akan semakin menekan daya beli kelas menengah yang sudah rapuh, menyebabkan mereka semakin sulit memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Kenaikan harga BBM akan langsung mempengaruhi biaya transportasi dan distribusi barang, yang kemudian dapat mendorong kenaikan harga barang dan jasa.
Inflasi yang diakibatkan oleh kenaikan harga BBM cenderung bersifat luas, karena hampir semua sektor ekonomi terhubung dengan penggunaan bahan bakar.
Sementara itu, Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) untuk Oktober 2024 masih menunjukkan optimisme dengan angka di atas 100, tetapi optimisme ini bisa turun jika inflasi melonjak dan daya beli masyarakat semakin lemah.
Pengalihan subsidi BBM ke BLT bertujuan untuk memastikan bahwa bantuan lebih tepat sasaran dan langsung diterima oleh masyarakat yang membutuhkan. Namun, BLT memiliki keterbatasan dalam mengimbangi dampak inflasi akibat kenaikan harga BBM.
BLT yang diberikan pemerintah biasanya hanya menutup sebagian kecil dari kenaikan biaya hidup, terutama jika inflasi melonjak.
Masyarakat kelas menengah-bawah, yang penghasilannya pas-pasan, akan merasa tertekan karena BLT yang mereka terima mungkin tidak mencukupi untuk menutupi kebutuhan sehari-hari yang semakin mahal.
Kebijakan yang menyebabkan kenaikan harga BBM sering kali mendapat reaksi keras dari masyarakat.
Jika pengalihan subsidi dilakukan saat ini, ada risiko ketidakpuasan sosial yang lebih besar, terutama dari kelas menengah yang merasa terabaikan.
Kelas menengah yang selama ini menjadi motor penggerak ekonomi akan merasa tertekan dengan kenaikan harga BBM yang langsung mempengaruhi pengeluaran rumah tangga mereka.
Selain itu, jika penyaluran BLT tidak berjalan lancar atau terjadi kebocoran, ketidakpuasan publik akan meningkat, berpotensi menimbulkan ketidakstabilan sosial.
Indonesia saat ini masih dalam proses pemulihan ekonomi pasca-pandemi, dan daya beli masyarakat belum sepenuhnya pulih.
Kebijakan pengalihan subsidi BBM ke BLT berisiko menghambat pemulihan ini. Kelas menengah, yang merupakan kontributor utama dalam konsumsi domestik, akan mengurangi pengeluaran jika mereka tertekan oleh kenaikan harga.
Penurunan konsumsi akan berdampak negatif pada pertumbuhan ekonomi, mengingat konsumsi rumah tangga adalah komponen utama dalam produk domestik bruto (PDB) Indonesia.
Berdasarkan data dan analisis di atas, kebijakan pengalihan subsidi BBM dan listrik ke BLT bukanlah solusi yang tepat untuk diterapkan saat ini.
Penurunan indeks kondisi ekonomi saat ini (IKE) menunjukkan bahwa daya beli masyarakat, terutama kelas menengah-bawah, sedang dalam kondisi lemah.
Sementara itu, meskipun indeks ekspektasi konsumen (IEK) menunjukkan optimisme, kebijakan yang mendorong kenaikan harga BBM berpotensi menggerus optimisme ini dan memperburuk kondisi ekonomi.
BLT memiliki tujuan baik untuk membantu masyarakat miskin, tetapi kebijakan ini tidak cukup untuk melindungi daya beli masyarakat secara keseluruhan dari dampak inflasi yang diakibatkan oleh kenaikan harga BBM.
Pengalihan subsidi ini, jika tetap dilakukan tanpa persiapan yang matang, justru akan meningkatkan ketidakstabilan ekonomi dan sosial, yang dapat berdampak pada seluruh masyarakat Indonesia.
Rekomendasi
Oleh karena itu, pemerintah sebaiknya menunda kebijakan ini dan mempertimbangkan langkah-langkah alternatif yang lebih stabil dalam mendukung daya beli masyarakat sambil menjaga kestabilan harga energi.
Dengan menunda pengalihan subsidi BBM dan listrik ke BLT, pemerintah dapat memastikan bahwa kebijakan ini akan diterapkan pada waktu yang tepat dan dengan dampak negatif yang minimal bagi masyarakat, terutama kelas menengah yang rentan terhadap kenaikan biaya hidup.
Berikut rekomendasi yang dapat dijalankan pemerintah agar pengalihan subsidi dapat dilakukan tepat waktu:
Tunda Pengalihan Subsidi –pemerintah sebaiknya menunda pengalihan subsidi BBM dan listrik ke BLT hingga kondisi ekonomi lebih stabil.
Perbaiki Sistem Penyaluran BLT –perbaikan sistem penyaluran BLT perlu dilakukan agar bantuan tepat sasaran dan mengurangi potensi kebocoran.
Kaji Kebijakan Energi Alternatif –pemerintah perlu mencari alternatif lain, seperti mengembangkan infrastruktur energi terbarukan yang dapat mengurangi ketergantungan pada BBM dalam jangka panjang.
Sosialisasi dan Edukasi Publik –pemerintah perlu mengedukasi masyarakat mengenai dampak pengalihan subsidi dan meningkatkan pemahaman tentang penggunaan energi yang efisien.
Dengan menunda pengalihan subsidi BBM dan listrik ke BLT, pemerintah dapat memastikan bahwa kebijakan ini akan diterapkan pada waktu yang tepat dan dengan dampak negatif yang minimal bagi masyarakat, terutama kelas menengah yang rentan terhadap kenaikan biaya hidup.