Jakarta – Literasi digital atau kemelekan digital adalah pengetahuan dan kecakapan menggunakan media digital, alat-alat komunikasi, atau jaringan dalam menemukan, mengevaluasi, menggunakan, membuat informasi, dan memanfaatkannya secara sehat, bijak, cerdas, cermat, tepat, dan patuh hukum untuk komunikasi dan interaksi kehidupan sehari-hari.
Literasi digital juga dapat didefinisikan sebagai “kemampuan menggunakan teknologi informasi dan komunikasi untuk menemukan, mengevaluasi, membuat, dan mengkomunikasikan informasi, yang membutuhkan keterampilan kognitif dan teknis”.
Literasi digital juga merupakan kemampuan menggunakan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) untuk mengkomunikasikan konten/informasi dengan kecakapan kognitif dan teknikal. Literasi digital lebih cenderung pada hal-hal yang terkait dengan keterampilan teknis dan berfokus pada aspek kognitif dan sosial emosional dalam dunia dan lingkungan digital.
Literasi digital merupakan respons terhadap perkembangan teknologi dalam menggunakan media untuk mendukung masyarakat memiliki kemampuan membaca serta meningkatkan keinginan masyarakat untuk membaca. Literasi digital adalah bagaimana kita dapat membaca cara kerja mesin aplikasi teknologi seperti: programing, artificial intelligence, engineering principle, dan lain-lain.
Banyaknya pengguna intemet di Indonesia menjadikan Indonesia sebagai salah satu negara dengan aktivitas digital terpadat sedunia. Tingginya arus lalu lintas digital tersebut tidak hanya membawa dampak positif, tetapi juga menyimpan dan membawa potensi bahaya.
Pada era industri tranformasi digital saat ini, digitalisasi merupakan suatu fenomena yang harus dihadapi. Seluruh komponen industri, pemerintahan, maupun institusi pendidikan harus memiliki kapabilitas yang mampu memanfaatkan fenomena digital sebagai sarana mendapatkan kinerja yang baik secara individu maupun organisasi.
Oleh karena itu, diperlukan literasi digital. Literasi digital adalah seperangkat kemampuan untuk memanfaatkan dan memahami informasi digital, teknologi, dan media untuk mencari, mengevaluasi, membuat, dan berkomunikasi (Techataweewan dan Prasertsin, 2017).
Menurut UNESCO, literasi digital merupakan kemampuan untuk mengakses sumber berita dan mengevaluasi secara kritis dan menciptakan informasi melalui teknologi digital. Melalui literasi digital, seseorang tidak sekadar memiliki kemampuan untuk mengoperasikan peralatan teknologi, tetapi juga harus memiliki kemampuan lain, seperti accessing, managing, evaluating, integrating, creating, dan communicating information.
Definisi
Paul Gilster mendefinisikan literasi digital sebagai kemampuan untuk memahami dan menggunakan informasi dalam berbagai bentuk dari berbagai sumber dengan sangat luas yang diakses melalui piranti komputer.
UNESCO sendiri menguraikan bahwa literasi digital adalah kecakapan yang tidak hanya melibatkan kemampuan penggunaan perangkat teknologi, informasi, dan komunikasi, tetapi juga melibatkan kemampuan untuk dalam pembelajaran bersosialisasi, sikap berpikir kritis, kreatif, serta inspiratif sebagai kompetisi digital.
Latar belakang
Literasi media dimulai di Inggris dan Amerika Serikat masing-masing sebagai akibat dari propaganda perang pada tahun 1930-an dan munculnya iklan pada tahun 1960. Pesan manipulasi dan proliferasi berbagai bentuk media telah menarik lebih banyak perhatian dari para pendidik.
Mempromosikan pendidikan media untuk mengajar individu bagaimana menilai dan mengevaluasi pesan media yang mereka terima. Kemampuan untuk mengkritik konten digital dan multimedia memungkinkan individu untuk mengidentifikasi bias dan menilai pesan secara mandiri.
Literasi digital sama pentingnya dengan membaca, menulis, berhitung, dan disiplin ilmu lainnya. Agar seseorang dapat menilai pesan digital dan multimedia secara mandiri, mereka harus menunjukkan keterampilan literasi digital dan memanfaatkan aplikasi digital secara bijak.
Renee Hobbs telah menyusun daftar keterampilan yang menunjukkan keterampilan literasi digital dan media. Literasi digital dan media mencakup kemampuan untuk menelaah dan memahami makna pesan, menilai kredibilitas, dan menilai kualitas sebuah karya digital.
Literasi digital tidak hanya tentang membaca dan menulis di perangkat digital, tetapi juga melibatkan mengetahui produksi kekuatan media lain, seperti merekam dan mengunduh video.
Elemen
- Kultural, yaitu pemahaman ragam konteks pengguna dunia digital;
- Kognitif, yaitu daya pikir dalam menilai konten;
- Konstruktif, yaitu reka cipta sesuatu yang ahli dan aktual;
- Komunikatif, yaitu memahami kinerja jejaring dan komunikasi di dunia digital;
- Kepercayaan diri yang bertanggung jawab;
- Kreatif, melakukan hal baru dengan cara baru;
- Kritis dalam menyikapi konten; dan bertanggung jawab secara sosial.[2]
Prinsip
- Pemahaman untuk mengekstrak ide secara eksplisit dan implisit dari media;
- Saling ketergantungan antara media yang satu dengan media yang lain;
- Faktor sosial menentukan keberhasilan jangka panjang media yang membentuk ekosistem organik untuk mencari informasi, berbagi informasi, menyimpan informasi dan akhirnya membentuk ulang media itu sendiri;
- Kurasi atau kemampuan untuk menilai sebuah informasi, menyimpannya agar dapat di akses kembali.
Kerangka
- Proteksi (safeguard), yaitu perlunya kesadaran atas keselamatan dan kenyamanan pengguna internet, yaitu perlindungan data pribadi, keamanan daring serta privasi individu dengan layanan teknologi enkripsi sebagai salah satu solusi yang disediakan;
- Hak-hak (right), yaitu hak kebebasan berekspresi yang dilindungi, hak atas kekayaan intelektual, dan hak berserikat dan berkumpul;
- Pemberdayaan (empowerment), yaitu pemberdayaan internet untuk menghasilkan karya produktif, jurnalisme warga, dan kewirausahaan serta hal -hal terkait etika informasi.
- Gerakan Literasi Digital Nasional
- Menyasar literasi digital di sekolah dengan indikator;
- Menyasar literasi digital di keluarga dengan indikator;
- Menyasar literasi digital di bermasyarakat dengan indikator.
Referensi : id.wikipedia.org/wiki/Literasi_digital
Sumber : Wikipedia