Beijing – Dinas keamanan Taiwan sedang menyelidiki kasus peledakan penyeranta yang terjadi di Lebanon yang diduga berkaitan dengan perusahaan lokal Gold Apollo, kata Kepala Departemen Pertahanan Taiwan, Wellington Koo, Kamis (19/9/2024).
“Dinas keamanan Taiwan saat ini sedang menyelidiki isu ini dan menanggapinya secara serius. Departemen Pertahanan tidak terlibat dalam kasus ini,” kata Wellington seperti dikutip Radio Taiwan International kepada wartawan.
Sementara itu, juru bicara Kementerian Pertahanan, Sun Li-fang, mengatakan bahwa kementerian tidak memiliki penjelasan atas tindakan Gold Apollo.
Pada hari Selasa, ledakan pager terjadi di berbagai bagian Lebanon.
Reuters pada Rabu (18/9) melaporkan bahwa badan intelijen Israel Mossad telah menanam sejumlah kecil bahan peledak di dalam 5.000 penyeranta yang dipesan kelompok Lebanon Hizbullah dari Gold Apollo.
Namun, CEO Gold Apollo mengeklaim bahwa penyeranta yang meledak itu tidak ada hubungannya dengan produsen Taiwan tersebut, tetapi diproduksi dan dikembangkan oleh BAC Consulting KFT, yakni sebuah perusahaan Hongaria di bawah lisensi Gold Apollo.
Di saat bersamaan, perusahaan Hongaria itu mengatakan kepada RIA Novosti bahwa pihaknya telah memberikan layanan konsultasi bisnis dan tidak terlibat dalam produksi penyeranta.
Media melansir bahwa penyeranta yang kerap digunakan Hizbullah merupakan sistem komunikasi rahasia paling kokoh terhadap peretasan.
Hingga kini penyebab ledakan tersebut masih belum diketahui. Sementara itu, otoritas Lebanon menuduh Israel bertanggung jawab atas insiden tersebut.
Setop produksi
Sementara ICOM, perusahaan Jepang yang diyakini sebagai produsen radio yang meledak di Lebanon, mengatakan bahwa produk tersebut telah dihentikan produksinya 10 tahun yang lalu.
Menurut Kementerian Kesehatan Lebanon, sedikitnya 12 orang tewas dan lebih dari 2.800 orang terluka akibat ledakan massal penyeranta (pager) pada Selasa (17/9).
Gelombang kedua ledakan massal perangkat komunikasi yang dipegang oleh anggota Hizbullah pada Rabu (18/9) menewaskan lagi sedikitnya 20 orang dan melukai lebih dari 450 orang.
Kementerian Komunikasi Lebanon mengatakan bahwa radio-radio ICOM IC-V82 yang meledak tidak berlisensi.
ICOM menyebutkan bahwa IC-V82 adalah radio genggam yang diproduksi dan diekspor, termasuk ke Timur Tengah, dari 2004 hingga Oktober 2014.
Produksi radio tersebut dihentikan sekitar 10 tahun lalu, dan sejak itu tidak lagi dikirim dari perusahaan itu.
“Produksi baterai yang dibutuhkan untuk mengoperasikan unit utama juga telah dihentikan, dan segel hologram untuk membedakan produk palsu tidak terpasang,” kata ICOM melalui pernyataan.
Perusahaan tersebut juga menambahkan bahwa tidak dapat dipastikan apakah produk tersebut dikirim dari ICOM, dan bahwa produk untuk pasar luar negeri dijual secara eksklusif melalui distributor resmi.
“Selain itu, kami telah menetapkan program ekspor (Program Pengendalian Ekspor Keamanan Icom) berdasarkan peraturan pengendalian perdagangan keamanan yang diatur oleh Kementerian Ekonomi, Perdagangan, dan Industri, dan kami melakukan kontrol ekspor yang ketat,” kata ICOM.
Perusahaan itu menegaskan bahwa tidak ada suku cadang selain yang ditentukan oleh ICOM yang digunakan dalam produknya.
“Semua radio kami diproduksi di anak perusahaan produksi kami, Wakayama Icom Inc., di Prefektur Wakayama, di bawah sistem manajemen ketat berdasarkan ISO 9001/14001/27001,” kata ICOM, menjelaskan.
“… sehingga tidak ada suku cadang selain yang ditentukan oleh perusahaan kami yang digunakan dalam produk. Selain itu, semua radio kami diproduksi di pabrik yang sama, dan kami tidak memproduksinya di luar negeri,” kata perusahaan itu.
Menurut sejumlah media, penyeranta digunakan oleh anggota gerakan Hizbullah Lebanon sebagai sistem komunikasi tertutup yang paling tangguh terhadap peretasan dan penyadapan.
Hingga saat ini, penyebab ledakan serentak perangkat tersebut belum diketahui. Hizbullah dan otoritas Lebanon menyalahkan Israel atas insiden tersebut.
Sumber: Sputnik-OANA-Antara