Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) batal memanggil putra Presiden Jokowi, Kaesang Pangarep perihal dugaan gratifikasi pesawat jet pribadi.
Alasan pembatalan menurut keterangan jubir KPK, Tessa Mahardhika sebab masalah tersebut dipindahkan penangannya dari Direktorat Gratifikasi KPK ke Direktorat Penerimaan Layanan Pengaduan Masyarakat (PLPM).
Menurut Tessa, pemindahan penanganan agar jangkauan untuk memperoleh keterangan atas kasus itu bisa lebih luas.
Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron menambahkan, KPK tidak bisa menangani gratifikasi Kaesang karena dia bukan pejabat negara atau pegawai negeri sipil.
Kritik nitizen
Netizen ramai-ramai memberikan reaksi dengan mengkritik dan mempertanyakan pernyataan KPK terkait batalnya pemanggilan untuk klarifikasi dugaan gratifikasi yang diterima Kaesang.
Ini terutama terkait pernyataan Nurul Ghufron yang menyebut pelaporan gratifikasi hanya dilakukan terhadap penyelenggara negara seperti bupati, walikota, dan gubernur. Maka dari itu, Kaesang tidak wajib melaporkan gratifikasi.
Akun @kafiradikalis mengkritik bahwa ini adalah akal-akalan KPK saja. Karena dalam website-nya, KPK mengunggah kurikulum gratifikasi yang di dalamnya disebutkan bahwa gratifikasi juga dapat dikenakan kepada keluarga pemegang jabatan/yang berkonflik kepentingan.
Sikap pimpinan KPK yang tidak ‘kompak’ perihal desakan masyarakat untuk mengusut dugaan gratifikasi Kaesang Pangarep berupa penggunaan pesawat jet pribadi, menunjukkan bahwa kasus tersebut bakal ‘menguap’ atau ‘dibiarkan’ untuk dilupakan.
Sebab, jika KPK memenuhi harapan masyarakat untuk mengusut Kaesang, maka itu akan menampar muka Presiden Jokowi di saat hari-hari terakhir kekuasaannya.
Andaikan Kaesang dipanggil KPK menjelang Jokowi lengser pada 20 Oktober 2024, meskipun cuma diminta klarifikasi tentu akan sangat mempermalukan Jokowi, demikian catatan BDS Alliance.
red