Formula Adil Penetapan UMP: KHL, Inflasi, dan Pertumbuhan Ekonomi sebagai Pilar Utama

Share

Oleh: Achmad Nur Hidayat
(Ekonom UPN Veteran Jakarta)

Kebutuhan Hidup Layak (KHL) merupakan komponen krusial dalam menentukan Upah Minimum Provinsi (UMP).

Sebagai standar kebutuhan pekerja lajang untuk hidup layak selama satu bulan, KHL mencakup elemen-elemen mendasar seperti pangan, sandang, perumahan, pendidikan, kesehatan, dan transportasi.

Namun, dalam beberapa tahun terakhir, peran KHL dalam penetapan UMP sempat dikaburkan oleh variabel lain seperti inflasi, pertumbuhan ekonomi, dan indeks kontribusi tenaga kerja (alfa) yang diatur melalui Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021, turunan dari UU Cipta Kerja.

Dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengembalikan peran KHL sebagai basis utama penetapan UMP, kesempatan untuk menciptakan formula yang adil kini terbuka lebar.

Namun, penetapan UMP yang hanya bergantung pada KHL tidak akan menciptakan keadilan yang optimal.

Sebaliknya, KHL perlu dipadukan dengan variabel lain seperti inflasi dan pertumbuhan ekonomi untuk menghasilkan formula UMP yang mencerminkan kebutuhan nyata pekerja sekaligus menjaga daya beli mereka dalam periode pasca-Covid-19.

Mengapa KHL harus diperhitungkan bersama inflasi dan pertumbuhan ekonomi?

Alasan pertama, Mitigasi Kenaikan Harga Melalui Inflasi.

Inflasi mencerminkan kenaikan harga barang dan jasa secara umum dalam suatu perekonomian. Ketika inflasi meningkat, daya beli masyarakat, khususnya pekerja kelas bawah dan menengah, akan tergerus jika pendapatan mereka tidak mengalami penyesuaian.

Baca Juga  Investasi Apple di Indonesia dan Tantangan Penerapan TKDN

Oleh karena itu, memasukkan inflasi dalam perhitungan UMP sangat penting untuk memastikan upah pekerja tetap relevan dengan biaya hidup yang terus meningkat.

Sebagai contoh, inflasi pangan yang sering kali lebih tinggi dibandingkan inflasi umum, terutama selama periode tertentu seperti bulan Ramadan atau akhir tahun, memiliki dampak signifikan pada pengeluaran rumah tangga.

Jika inflasi ini tidak diakomodasi dalam formula UMP, pekerja akan kesulitan memenuhi kebutuhan pokoknya, apalagi menabung untuk masa depan.

Alasan kedua, Menikmati Pertumbuhan Ekonomi yang Inklusif

Variabel pertumbuhan ekonomi mencerminkan kinerja keseluruhan perekonomian suatu negara.

Dalam konteks keadilan, pekerja sebagai salah satu pilar perekonomian juga berhak menikmati manfaat dari pertumbuhan tersebut.

Dengan memasukkan pertumbuhan ekonomi ke dalam formula UMP, kita dapat menciptakan hubungan yang lebih adil antara kontribusi pekerja terhadap perekonomian dan kompensasi yang mereka terima.

Sebagai contoh, pada periode pasca-Covid-19, Indonesia mencatat pertumbuhan ekonomi yang cukup stabil, namun sebagian besar manfaatnya terkonsentrasi pada kelompok atas, sementara kelas pekerja dan menengah tidak mendapatkan peningkatan kesejahteraan yang sepadan.

Formula UMP yang memperhitungkan pertumbuhan ekonomi dapat menjadi langkah awal untuk menciptakan distribusi manfaat yang lebih merata.

Alasan ketiga, Meningkatkan Kualitas Hidup dan Mencegah Penurunan Daya Beli.

Salah satu dampak terburuk dari formula UMP yang tidak adil adalah penurunan daya beli pekerja dan kelas menengah.

Baca Juga  Ironi Kebijakan: Bebas PPN Rp265,6 Triliun, tapi Rakyat Dibebani Kenaikan PPN 12%

Studi menunjukkan bahwa daya beli kelas pekerja dan menengah Indonesia telah melemah sejak pandemi, ditambah dengan tekanan inflasi dan kenaikan harga barang.

Jika formula UMP tidak dirancang secara adil, penurunan daya beli ini akan berlanjut dan berdampak pada penurunan kualitas hidup serta melemahkan konsumsi domestik, yang merupakan pendorong utama pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Dengan memasukkan KHL, inflasi, dan pertumbuhan ekonomi secara seimbang dalam perhitungan UMP, kita dapat menciptakan mekanisme yang tidak hanya melindungi pekerja dari tekanan ekonomi, tetapi juga mendorong konsumsi domestik dan stabilitas sosial.

Implementasi Formula UMP yang Adil

Untuk mencapai keadilan, pemerintah perlu memastikan formula UMP yang mencakup:

Komponen KHL yang Akurat: Data KHL harus diperbarui secara berkala dan mencerminkan kebutuhan aktual pekerja di setiap daerah. Badan Pusat Statistik (BPS) memiliki peran penting dalam menyediakan data yang komprehensif dan terpercaya.

Inflasi Tertarget: Formula UMP harus menggunakan data inflasi tahunan yang dirilis oleh BPS. Selain inflasi umum, perlu diperhatikan inflasi sektoral seperti pangan dan transportasi yang memiliki dampak langsung pada pekerja.

Kontribusi Pertumbuhan Ekonomi: Variabel pertumbuhan ekonomi dapat dimasukkan dalam formula sebagai persentase tertentu, misalnya 30-50% dari laju pertumbuhan ekonomi tahunan, untuk mencerminkan manfaat yang diperoleh dari produktivitas pekerja.

Baca Juga  Menimbang Kelembagaan Baru Bulog Langsung di Bawah Presiden: Tantangan dan Implikasinya

Sebagai ilustrasi, formula UMP yang dapat diterapkan adalah sebagai berikut:

UMP = (KHL x Inflasi) + (KHL x Pertumbuhan Ekonomi x Indeks Alfa)

Formula ini menggabungkan KHL dengan inflasi dan pertumbuhan ekonomi, serta mempertimbangkan indeks alfa sebagai faktor kontribusi tenaga kerja terhadap perekonomian.

Dampak Positif Formula yang Adil

Tujuan Perbaikan Daya Beli dan Kesejahteraan Pekerja.

Formula yang mencakup KHL, inflasi, dan pertumbuhan ekonomi akan memastikan bahwa pekerja dapat mempertahankan daya beli mereka bahkan dalam kondisi ekonomi yang bergejolak.

Tujuan Stabilitas Sosial dan Ekonomi.

Dengan memastikan kesejahteraan pekerja, formula ini dapat mengurangi potensi konflik perburuhan dan memperkuat stabilitas sosial, yang pada akhirnya mendukung pertumbuhan ekonomi jangka panjang.

Tujuan Peningkatan Konsumsi Domestik.

Kenaikan upah yang sesuai dengan inflasi dan pertumbuhan ekonomi akan mendorong konsumsi domestik, yang merupakan salah satu pilar utama pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Menciptakan formula UMP yang adil dengan memperhitungkan KHL, inflasi, dan pertumbuhan ekonomi adalah langkah penting untuk melindungi pekerja sekaligus memperkuat perekonomian Indonesia.

Dalam konteks pasca-Covid-19, di mana daya beli pekerja dan kelas menengah terus menurun, formula ini tidak hanya relevan tetapi juga mendesak untuk diimplementasikan.

Dengan formula yang tepat, kita dapat memastikan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia tidak hanya menguntungkan segelintir pihak, tetapi juga memberikan manfaat nyata bagi seluruh lapisan masyarakat.

Share

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *