Oleh: Andre Vincent Wenas
“Pengeluaran-pengeluaran yang tidak perlu, pengeluaran-pengeluaran yang mubazir, pengeluaran-pengeluaran yang alasan untuk nyolong, saya ingin dihentikan, dibersihkan,” demikian tegas Prabowo Subianto saat pidato soal efisiensi anggaran di depan forum Kongres XVIII Muslimat Nahdlatul Ulama (NU) di Jatim International Expo (Jiexpo), Surabaya, 10 Februari 2025 yang baru lalu.
Konsekuensinya, anggaran-anggaran Kementerian dan berbagai Lembaga dipangkas sampai lebih dari Rp 306 triliun. Kenapa dipangkas? Baca lagi statement Presiden di atas, jawabannya tegas di situ.
Bersamaan dengan program efisiensi anggaran adalah investasi. Kita tahu rumus PDB adalah C + I + G + (X – M) dimana C adalah consumption. I adalah investment dan G adalah government spending. Sedangkan X – M adalah selisih dari export dikurangi import.
Kita tak perlu mempersoalkan apakah anggaran itu dipotong atau direalokasikan. Dari APBN 2025 yang besarnya mencapai Rp 3.600 triliun ada hampir 10 persennya yang bakal direalokasikan untuk program lain. Istilah presiden adalah dipotong atau dipangkas dari pos kementerian atau Lembaga tertentu dan kemudian anggaran itu bakal didayagunakan untuk keperluan lain yang lebih penting atau strategis.
Ini belum apa-apa kalau dibanding statement Prof Sumitro Djojohadikoesoemo dulu yang mengidetifikasi ada sekitar 30 persen anggaran negara yang bocor. Silahkan periksa catatan sejarah ekonomi kita. Dari pada bocor dan tidak jelas kemana arahnya, mendingan sedari awal direalokasikan penggunaanya.
Memang penting digarisbawahi adalah statement presiden tentang pengeluaran-pengeluaran yang tidak perlu, mubazir dan yang dibuat-buat padahal alasannya untuk nyolong. Itu semua mesti dan memang penyakit lama, sudah kronis, yang harus dihentikan dan dibersihkan.
Di sini Presiden dan kabinetnya sudah masuk dalam tahap eksekusi kebijakan dan terus menerus harus di fine-tune (disetel agar harmonis) dengan strategi besar bangsa menuju Indonesia Emas 2045.
Menurut Instruksi Presiden No.1 tahun 2025 yang perlu “diefisienkan” itu meliputi belanja operasional dan non operasional, sekurang kurangnya terdiri atas belanja operasional perkantoran, belanja pemeliharaan, perjalanan dinas, bantuan pemerintah, pembangunan infrastruktur, serta pengadaan peralatan dan mesin.
Tak perlu studi banding soal kemiskinan ke negara maju seperti Australia. Pakai internet, belajar gratis dan hemat ongkos. Kalau mau pelesiran atau jalan-jalan silahkan pakai uang sendiri, jangan pakai uang negara.
Tepi di Inpres No.1 tahun 2025 itu jelas dikatakan bahwa belanja pegawai dan belanja bantuan sosial. Dan para pengawai negeri tak perlu risau, dan rakyat penerima bantuan sosial tak perlu khawatir. Memang, dari pada korupsi bansos (seperti kasus Juliari Batubara, PDIP) mendingan bagi-bagi bansos bagi rakyat miskin.
Dari PDB Indonesia yang saat ini (2025) sekitar 4000 dollar menuju kisaran 14000 dollar ke atas sebagai syarat lepas dari middle-income trap, semua unsur PDB tersebut harus dikejar.
Untuk periode sekarang, Presiden menargetkan sasaran investasi. Investasi akan berdampak langsung pada penciptaan lapangan kerja. Penyerapan tenaga kerja 2,4 juta orang di tahun 2024 merupakan peningkatan 34,7 persen dibanding tahun sebelumnya.
Lapangan kerja pada gilirannya berdampak pada penguatan konsumen yang artinya juga berdampak pada pengeluaran (consumption). Semakin tinggi PDB suatu negara, maka semakin besar potensi ekspornya. Peningkatan PDB akan berdampak positif pada peningkatan nilai ekspor, sehingga akan membuka peluang yang menguntungkan bagi sektor usaha ekspor.
Mengenai capaian investasi di tahun 2024, dipetakan sebagai berikut: porsi terbesar berada di luar Pulau Jawa dengan 52,2 persen atau 895,4 triliun rupiah, sementara investasi di Pulau Jawa sebesar 47,8 persen atau 818,8 triliun rupiah. Penanaman modal asing itu lebih tinggi sedikit, 52,5 persen atau 900,2 triliun rupiah, dan PMDN 47,5 persen atau 814 triliun rupiah.
Lima provinsi dengan realisasi investasi tertinggi sepanjang 2024 adalah Jawa Barat (14,7 persen), DKI Jakarta (14,1 persen), Jawa Timur (8,6 persen), Sulawesi Tengah (8,2 persen), dan Banten (6,2 persen). Sementara itu Foreign Direct Investment (FDI) di Indonesia adalah Singapura (20,1 miliar dolar), diikuti oleh Hong Kong (8,2 miliar dolar), China (8,1 miliar dolar), Malaysia (4,2 miliar dolar), dan Amerika Serikat (3,7 miliar dolar).
Kontribusi investasi dari sektor hilirisasi mencapai 407,8 triliun rupiah atau sekitar 23,8 persen dari total investasi nasional. Kontribusi tersebut tidak hanya di sektor mineral, tetapi juga sektor kehutanan sebesar 64 triliun rupiah, industri kelapa sawit dan kertas 67,1 triliun rupiah, minyak dan gas petrokimia 23,1 triliun rupiah, serta baterai kendaraan listrik 8,4 triliun rupiah.
Indonesia juga telah menetapkan target investasi untuk lima tahun ke depan. Berdasarkan data Bappenas, target investasi di tahun 2025 adalah 1905 triliun rupiah, kemudian tahun 2026 sebesar 2175 triliun rupiah, dan tahun 2027 sebesar 2567 triliun rupiah.
Laju pertumbuhan ekonomi kita di 2028 ditargetkan sebesar 7,7 persen dengan diharapkan investasi yang masuk 2969 triliun rupiah, dan di tahun 2029 menjadi 8 persen, dengan investasi yang diharapkan masuk 3414 triliun rupiah.
Target pencapaian investasi yang sudah dicanangkan pemerintah tersebut mesti dikerjakan dengan sungguh-sungguh, tak bisa lagi buang-buang waktu, Jangan kita habiskan waktu dengan keributan residu pemilu yang sudah lalu. Waktunya bergandengan tangan membangun negeri.
Kita teringat ketika dulu masih bekerja di korporasi swasta, ada pengelolaan atau manajemen yang disebut Hoshin Kanri. Ini dipopulerkan oleh manajemen Toyota di Jepang sejak beberapa puluh tahun lalu dan telah terbukti membawa kegemilangan di kancah industri global sampai sekarang.
Hoshin kanri adalah metode manajemen untuk menerapkan kebijakan dan strategi jangka panjang. Dalam bahasa Jepang, hoshin berarti “arah” atau “jarum kompas”, sedangkan kanri berarti “kontrol” atau “manajemen”. Sedangkan tujuan Hoshin Kanri adalah untuk memastikan tujuan strategis organisasi tercapai.
Sistem manajemen ini bermaksud untuk mendorong kemajuan dan tindakan di setiap level organisasi. Menyatukan setiap level organisasi untuk berkontribusi dan selaras dengan tujuan yang lebih besar (the big picture) serta untuk memandu setiap keputusan dan tindakan dengan tujuan strategis organisasi.
Rupanya ini pulalah yang telah dan sedang dikerjakan oleh CEO Indonesia Incorporated, Prabowo Subianto. Adapun cara kerja Hoshin Kanri adalah CEO dan manajemen puncak (atau Presiden di suatu negara) dalam menetapkan prioritas dan metrik utama untuk kemudian diturunkan ke berbagai tim. Policy deployment. Setiap tim mendefinisikan tujuan dan metrik mereka sendiri yang selaras dengan visi strategis organisasi.
Manfaat Hoshin Kanri diantaranya menjadi elemen kunci dalam sistem penilaian (appraisal management). Hoshin kanri membantu organisasi untuk mengatasi kesenjangan antara strategi perusahaan dan eksekusi di lapangan.
Sebentar lagi para bupati, walikota dan gubernur hasil pilkada serentak 2024 lalu akan dikumpulkan di Magelang oleh Presiden. Ini kesempatan emas untuk fine-tuning grand-strategy pemerintah pusat dengan daerah. Singkat cerita policy deployment ini harus diputar terus dengan system yang disebut roda PDCA (plan, do, check, act). Ini suatu disiplin kerja.
Ingat, dari 306 triliun rupiah yang telah dipotong tadi ada sekitar 50,59 triliun rupiah dana transfer ke daerah yang akan direalokasikan (atau dipotong dari pos sebelumnya untuk dipakai keperluan lain). Konsekuensinya para kepala daerah mesti berpikir ulang mengenai anggaran daerahnya masing-masing.
Plan, Do, Check dan Act. Merencanakan dan Melakukan, lalu secara berkala melakukan proses evaluasi dan menindaklanjuti hasil review. Sederhana sebetulnya, namun perlu kejujuran (obyektivitas) dalam mengevaluasi kenyataan dan keberanian (nyali) dalam bertindak.
Para kepala daerah ditantang aspek kepemimpinan dan manajerialnya. Inpres No.1 tahun 2025 ini menantang para Gubernur, Bupati dan Walikota agar membatasi belanja kegiatan yang bersifat seremonial, kajian, studi banding, pencetakan, publikasi, dan seminar serta focus group discussion.
Mengurangi belanja perjalanan dinas sebesar 50 persen. Membatasi belanja honorarium melalui pembatasan jumlah tim dan besaran honorarium yang mengacu pada Peraturan Presiden mengenai Standar Harga Satuan Regional. Mengurangi belanja yang bersifat pendukung dan tidak memiliki output yang terukur.
Memfokuskan alokasi anggaran belanja pada target kinerja pelayanan publik serta tidak berdasarkan pemerataan antar perangkat daerah atau berdasarkan alokasi anggaran belanja pada tahun anggaran sebelumnya. Lebih selektif dalam memberikan hibah langsung baik dalam bentuk uang, barang, maupun jasa kepada Kementerian / Lembaga.
Secara garis besar ini adalah suatu paradigm-shift, pergeseran paradigma dari berpikir dan bertindak secara konvensional, menuju kepala daerah yang bertindak sebagai seorang CEO (chief executive officer) yang kreatif dan inovatif dalam mengelola daerahnya masing-masing. Mayor’s Economy jadi imperative.
Professor Keyu Jin (The New China Playbook: Beyond Socialism and Capitalism) bilang bahwa China mencapai kemajuannya seperti sekarang tidak dengan mengikuti “jalan barat”, justru China menganut apa yang disebutnya “State-led economic intervention”. Memberdayakan (bukan memperdayai) para kepala daerah untuk memimpin daerahnya. Mayor’s economy.
Kreatif dan inovatif mengelola anggaran daerahnya, bukan sekedar mengandalkan retribusi, tukang pungut ini dan itu layaknya preman berbaju dinas. Bersama para pembantu presiden (menteri dan lembaga-lembaga non-kementerian) mesti aktif cari terobosan-terobosan investasi yang lebih mendayagunakan potensi daerahnya masing-masing.
Komunikasi adalah lem perekatnya, dan policy deployment atau pembagian tugas adalah cara mengeksekusinya. Kalau ada bagian yang macet atau tidak berfungsi ya diganti, istilahnya di-reshuffle.
Tak usah malu-malu dan tak usah takut-takut.
Bandung, Jumat 14 Februari 2025
Andre Vincent Wenas,MM,MBA., Pemerhati Ekonomi dan Politik, Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Strategis PERSPEKTIF (LKSP), Jakarta