Jakarta – Asosiasi Pertambangan Nikel Indonesia (APNI) meminta agar Indonesia tidak bergantung lagi pada Eropa dan China terkait patokan harga nikel. Hal ini mengingat Indonesia saat ini merupakan produsen nikel terbesar dunia.
Sekretaris Umum Asosiasi Penambang Nikel Indonesia Meidy Katrin Lengkey mengatakan berbicara mengenai harga, pihaknya sejatinya telah menginisiasi lahirnya Harga Patokan Mineral (HPM) nikel, yang merupakan benchmark bijih nikel di Indonesia.
Namun demikian, Indonesia hingga kini belum bisa menentukan harga mineral dunia. Padahal Indonesia juga telah menetapkan 47 komoditas sebagai mineral kritis dan 22 mineral strategis.
“Kita jangan terlalu fokus pada Eropa dan China. Kita punya barangnya yang bisa menentukan harga sendiri dan bukan hanya nikel, kita ada 47 mineral kritis kita punya 22 mineral strategis. Yang punya barang kita,” kata dia dalam acara Trade Corner Special Dialogue CNBC Indonesia di gedung Kementerian Perdagangan (Kemendag), Jakarta, Kamis (29/8/2024).
Oleh sebab itu, saat ini pihak asosiasi tengah berdiskusi dengan beberapa big agensi dunia termasuk London Metal Exchange (LME) untuk rencana pembentukan Indonesia Metal Exchange untuk komoditas nikel.
Adapun pembentukan Exchange ini, menurut kalangan asosiasi adalah ditujukan agar terwujudnya pengelolaan nikel yang lebih transparan.
“Akan memonitoring dan mereduce. Kita bicara illegal mining, ilegal ekspor, ilegal dokumen. Ini kebanggaan kita, ini kita sudah proses dan bagaimana tata kelola yang baik karena harus berdampak besar terhadap masyarakat sekitar,” ujarnya dilansir CNBC Indonesia.
Sebagai informasi, Indonesia diketahui memiliki kekayaan sumber daya alam yang cukup melimpah. Salah satunya yakni sumber daya alam berupa nikel. Bahkan, cadangan nikel RI merupakan terbesar di dunia.
Berdasarkan data yang tercantum di dalam Keputusan Menteri (Kepmen) ESDM Nomor 132/2024 tentang Neraca Sumber Daya dan Cadangan Minerba Nasional Tahun 2023, tercatat total cadangan bijih nikel RI mencapai 5,3 miliar ton, tepatnya 5.325.790.841 ton.
Sementara, produksi bijih nikel Indonesia sepanjang 2023 mencapai 175 juta ton, tepatnya 175.617.183 ton. Artinya, apabila rata-rata produksi bijih nikel dipatok sebesar 175.617.183 ton per tahunnya, maka sisa umur cadangan nikel diperkirakan akan bertahan hingga 30 tahun ke depan apabila tak ada temuan baru.