Hasto Ditarget, Jokowi Dilindungi

Joko Widodo dan Hasto Kristiyanto/Net

Share

Oleh: Saiful Huda Ems*

Sudah berseliweran berita soal ditetapkannya Hasto Kristiyanto sebagai tersangka oleh KPK pada Selasa (24/12/2024). Hasto ditetapkan tersangka oleh KPK dalam perkara suap pada komisioner KPU. Berita ini masih simpang siur, dan saya masih menunggu pernyataan resmi dari sahabat-sahabat di DPP PDIP.

Jika berita itu benar bahwa Hasto Kristiyanto sudah ditetapkan sebagai tersangka, yang sangat “menggelikan” bagi para praktisi hukum adalah: dugaan penyuapan ini terjadi sudah sangat lama, yakni setelah Pemilu 2019 dan kasus itupun sudah berkekuatan hukum tetap (in kracht van gewijsde) oleh pengadilan Tipikor di tahun 2020.

Dalam keputusan Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat di tahun 2020 itu, Hasto Kristiyanto juga sama sekali tidak mendapatkan vonis apa pun, karena ia memang sama sekali tidak terlibat dalam perkara Harun Masiku dengan komisioner KPU itu.

Sedangkan untuk penerima suap, Wahyu Setiawan (mantan komisioner KPU) dan Agustiani Tio Fridelina (mantan anggota Bawaslu), serta mediator pemberi suap, Saeful Bahri sendiri sudah diadili, sudah divonis penjara dan sekarang semuanya sudah bebas.

Baca Juga  Cakrawala Pemikiran Seorang Dobel Doktor, Hasto Kristiyanto

Terkecuali Harun Masiku yang divonis sebagai pemberi suap, sampai detik ini masih menghilang atau disuruh oleh pemaksa kasus ini untuk menghilang? Entahlah. Namun pertanyaannya, kenapa Hasto sekarang yang justru malah dijadikan tersangka? Ini jelas pemaksaan kasus namanya.

Kami tidak habis pikir, kenapa kasus yang nilainya sangat kecil, tidak ada seujung kukunya dengan kasus-kasus korupsi dahsyat seperti korupsi tambang nikel, timah, emas, minyak goreng, kasus perusakan hutan, atau kasus pengurangan luas hutan dan penghilangan hutan alam (deforestasi), dan yang lainnya, kok malah terus dibesar-besarkan?

Selain itu, yang sangat perlu diperhatikan bahwa kasus Harun Masiku tidak merugikan negara sama sekali baik secara materil maupun imateril. Memang ruginya apa negara dalam kasus itu? Apalagi keputusan untuk PAW Nazaruddin Kiemas pada Harun Masiku itu juga sudah sesuai dengan Fatwa Mahkamah Agung.

Baca Juga  'Brief Update' Senin, 14 Oktober 2024

Sedangkan kasus Jokowi yang melibatkan adik iparnya, yakni Anwar Usman yang ketika itu menjadi Ketua MK, dan membuat keputusan yang sangat menghebohkan, yakni Keputusan MK No 90 Tahun 2023, sama sekali tidak diproses hukum. Apakah kita benar-benar yakin tidak ada penyuapan di sana?

Penyuapan itu merupakan suatu pemberian atau penerimaan sesuatu yang bernilai, untuk mempengaruhi tindakan atau keputusan seseorang, dengan melanggar hukum atau etika.

Lantas apakah kita semua yakin, bahwa saat MK memutuskan untuk mengeluarkan Keputusan MK No. 90 Tahun 2023 itu tidak ada penyuapan di sana pada salah satu atau beberapa hakim yang menyetujuinya?

Tidak ada makan siang gratis dalam istilah pilitik itu sangat nyata –kecuali makan siang gratis Rp10 ribu untuk anak-anak. Artinya, sangat mustahil ada usaha besar untuk membuat keputusan besar, oleh sebuah institusi besar, namun tidak memberi apa-apa. Ah, yang benar saja!

Baca Juga  Dilema Usia Pensiun 59 Tahun: Harapan atau Beban?

Keputusan MK No 90 Tahun 2023 itu jelas sangat menguntungkan bagi Jokowi, khususnya bagi anaknya yakni Gibran Rakabuming Raka hingga ia lolos untuk menjadi cawapres. Ini jauh lebih besar pengaruh dan kepentingannya dibanding soal kasus suap recehan caleg Harun Masiku.

Olehnya, hapus saja Pasal 12B ayat (1) UU No 31/1999 jo UU No 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, jika kasus penyuapan diinterpretasikan secara subjektif oleh penegak hukumnya sendiri.

Jokowi itu kasusnya jauh lebih besar dan lebih jelas, terang benderang daripada Hasto Kristiyanto yang kasusnya sangat terlihat dipaksakan. Lalu kenapa Hasto yang malah ditarget, ditersangkakan sedangkan segudang kasus Jokowi malah diabaikan?

Penegakan hukum tak seharusnya dijadikan alat politik oleh penguasa untuk memukul orang-orang yang kritis dan “vokal” pada penguasa. Karena jika itu yang terjadi Republik ini hanya akan dipenuhi oleh para penjilat kekuasaan!

*Lawyer, analis politik dan aktivis ’98

Share

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *